Minggu, 21 Juni 2015

Proposal Penelitan

BAB I
PENDAHULUAN

1.1        Latar Belakang
Seiring dengan kemajuan pendidikan, ilmu pengetahuan teknologi komunikasi dan kemajuan ekonomi suatu bangsa, makin banyak orang menyadari akan pentingnya makanan sehari-hari untuk memelihara kesehatan. Di negara maju seperti Amerika Serikat, rakyat sudah terdidik dan terlatih untuk hidup sehat atas dasar suatu pedoman gizi seimbang yang dikenal dengan Dietary Nutritional Guidelines. Dengan pedoman ini, dibentuk pola hidup sehat dengan kebiasaan makan yang baik sesuai dengan persyaratan gizi (Soekriman, 2009).
Masalah gizi pada hakikatnya adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja, masalah gizi adalah multi faktor. Oleh karena itu pendekatan penanggulanganya harus melibatkan berbagai faktor yang terkait. Masalah gizi tidak selalu berupa peningkatan produksi dan pengadaan pangan, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang menjamin setiap anggota masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah dan mutunya (Supariasa, 2009).
Konsumsi gizi makanan pada seseorang dapat menentukan tingkat tercapainya tingkat kesehatan, atau sering disebut status gizi. Apabila tubuh berada dalam tingkat kesehatan gizi optimum, dimana jaringan jenuh oleh semua zat gizi, maka disebut status gizi optimum. Apabila konsumzi giz makanan pada seseorang tidak seimbang dengan kebutuhan tubuh maka akan terjadi kesalahan akibat gizi (Malnutrition). Malnutrition ini mencakup kelebihan nutrisi/ gizi yang disebut gizi lebih (Overnutrition), dan kekurangan gizi atau gizi kurang (Undernutrition) (Notoatmodjo, 2007).
Kekurangan gizi pada umumnya terjadi pada balita karena pada umur tersebut anak mengalami pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk kelompok yang rentan gizi di suatu kelompok masyarakat dimana masa itu merupakan masa peralihan antara saat disapih dan mulai mengikuti pola makan orang dewasa (Adisasmito, 2009)
Indonesia merupakan Negara yang mempunyai ragam budaya, sosial, adat istiadat yang beragam. Dalam memilih makanan terkadang masyarakat di Indonesia juga mempertimbangkan budaya yang ada, banyak sekali penemuan para ahli sosiolog dan ahli gizi menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan terhadap proses terjadinya kebiasaan makan dan bentuk makanan itu sendiri, sehingga tidak jarang menimbulkan masalah gizi apabia faktor makanan itu tidak diperhatikan secara baik oleh kita yang mengkonsumsinya (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).
Masalah gizi di suatu daerah dapat dilihat dari tingginya angka kematian bayi, keadaan gizi yang kurang baik atau sering di sebut gizi buruk merupakan sebab yang dapat menimbulkan pengaruh  dan dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan balita.
Faktor penyebab terjadinya masalah gizi disuatu daerah antara lain adalah pelayanan POSYANDU yang diikutsertakan dengan perilaku ibu mengenai gizi yang dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan maupun pendidikan ibu yang masih kurang mengenai gizi, dan juga kurangnya kesadaran ibu terhadap pentingnya makanan bergizi bagi balita untuk mencapai status gizi yang seimbang.
Pos pelayanan terpadu (POSYANDU) merupakan suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan untuk membantu masyarakat dalam kegiatan kesehatan dasar di suatu wilayah kerja puskesmas, kegiatan kesehatan dasar biasanya dilakukan, di balai desa maupun rumah warga yang bisa digunakan untuk kegiatan POSYANDU dan mudah didatangi oleh masyarakat.
POSYANDU di wilayah kerja puskesmas Tualango belum memiliki gedung POSYANDU sendiri masih menggunakan gedung balai desa, rumah kader dan juga gedung PAUD. Gambar di posyandu yang dapat menarik perhatian balita agar rajin ke POSYANDU juga belum semuanya ada atau belum lengkap. Seperti POSYANDU pada umumnya POSYANDU yang terdapat di wilayah kerja Puskesmas Tualango juga menggukan sistem 5 meja (Pendaftaran, Penimbangan, Pencatatan, Penyuluhan dan Pelayanan kesehatan).
Perilaku gizi ibu termasuk di dalamnya pengetahuan, sikap dan tindakan merupakan fakror penentu keseimbangan gizi balita. Perilaku ibu terutama tingkat pengetahuan maupun pendidikan sangat berpengaruh besar terhadap keseimbangan gizi balita dalam masa pertumbuhannya. Oleh sebab itu seorang ibu setidaknya harus mengetahui pentingnnya makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi balita yang seimbang sehingga tidak dikhawatirkan tertjadinya gizi kurang atau buruk.
Perilaku berkaitan dengan masalah gizi pada balita ini dapat dilihat dari cara atau kebiasaan ibu yang salah dalam pemberian makanan pada balita yang dapat mempengaruhi tidak seimbangnya gizi yang diperoleh balita. Pandangan ibu mengenai makanan yang salah misalnya “ Seorang ibu beranggapan bahwa ibu yang sedang menyusui tidak diperbolehkan makan ikan maupun makanan laut lainnya ini dikarenakan akan menyebabkan ASI menjadi bau amis, berdasarkan fakta bahwa ikan merupakan sumber protein dan mineral yang baik, Ikan juga kaya asam lemak omega-3 yang diperlukan untuk perkembangan otak dan penglihatan bayi”.
Perilaku ibu mengenai gizi balita diwilayah kerja Puskesmas Tualango masih belum terlalu memahami mengenai pentingnya makanan  bergizi yang dapat membantu pertumbuhan balita, pemahaman ibu yang seperti ini akan dapat ditingkatkan melalui kehadiran ibu dan balita dalam pelaksanaan POSYANDU tapi sebagian ibu masih ada yang tidak tertarik untuk mengikuti kegiatan POSYANDU yang rutin dilaksanakan tiap bulan.
Status gizi balita merupakan persoalan penting yang harus diperhatikan terutama oleh ibu. Kebutuhan gizi bayi sangat jauh berbeda dengan kebutuhan gizi orang dewasa. Makanan dengan kualitas yang baik dan cukup sangat diperlukan oleh balita karena usia balita merupakan proses pertumbuhan yang memerlukan makanan yang bergizi.
Gorontalo merupakan provinsi yang termasuk 5 besar urutan terbawah dalam cakupan pelayanan kesehatan anak balita pada tahun 2013 dan di dalam ruang lingkup provinsi Kabupaten Gorontalo menempati urutan pertama yang memiliki balita kekurangan gizi. Dari Data Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo Kecamatan Tilango merupakan satu dari 21 Kecamatan yang persentase gizi kurang >10% (Dikes Provinsi Gorontalo 2012).
Puskesmas Tilango terletak di Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo dengan luas wilayah ± 524,54 Ha. Dengan batas wilayah yaitu sebelah Timur Kecamatan Dungingi, sebelah Barat Danau Limboto, sebelah Utara Kecamatan Talaga Jaya dan sebelah Selatan Kecamatan Kota Barat.
Wilayah kerja puskesmas Tilango dengan jumlah desa sebanyak 8 desa dengan jumlah POSYANDU 14 POSYANDU dan keseluruhan penduduk berjumlah 14.434 jiwa dengan jumlah KK 3.598. Desa-desa yang masuk dalam wilayah kerja puskesmas Tilango di ambil sebagai populasi desa yang akan diteliti sebanyak 8 desa yaitu desa Tualango 956 jiwa, Dulomo 787 jiwa, Tilote 3.207 jiwa, Tabumela 2079 jiwa, Ilotedea 1736 jiwa, Lauwonu 1630 jiwa, Tenggela 2005 jiwa dan Tinelo 2034 jiwa.
Data akhir yang diperoleh dari data primer di masing-masing POSYANDU dari 8 desa jumlah balita yaitu sebanyak 1.590 jiwa yang terbagi di masing-masing desa yaitu, di desa Tualango 67 jiwa, Dulomo 67 jiwa, Tilote 215 jiwa, Tabumela 262  jiwa, Ilotedea 165 Jiwa, Lauwonu 223  jiwa, Tenggela 217  jiwa dan Tinelo 188 jiwa.
Berdasarkan data tahun 2014 jumlah Balita  di 8 desa yang termasuk dalam Kecamatan Tilango sebanyak 1.590 jiwa. Dari seluruh jumlah balita tidak semua balita rutin mengunjungi POSYANDU yang sering dilaksanakan pada awal bulan, balita yang rutin mengunjungi POSYANDU sesuai degan data primer 2014 yang diperoleh dari 14 POSYANDU yang berada diwilayah kerja puskesmas Tilango adalah yang berumur 3 tahun ke bawah, sedangkan yang berumur 3 tahun ke atas sudah jarang bahkan tidak lagi mengunjungi POSYANDU, Hal ini dikarenakan masyarakat Tilango, terutama ibu, banyak yang beranggapan bahwa balita yang telah lengkap imunisasi sudah tidak perlu lagi mengunjungi POSYANDU.
Data primer 2014 menunjukan bahwa dari 1.590 balita yang berada diwilayah kerja puskesmas Tilango hanya 1212 balita yang masih rutin mengunjungi POSYANDU yang sering dilaksanakan pada awal bulan.
Data perimer 2014 Puskesmas Tilango masih terdapat balita yang mengalami gizi Kurang BB/TB 131 Balita, Gizi Kurang BB/U 175 Balita, Gizi Buruk BB/TB 94 Balita dan Gizi Buruk BB/U 56 Balita.
Sebagian masyarakat yang belum memahami pentingnya  status gizi balita dan makanan bergizi juga berfikir untuk tidak pergi ke POSYANDU karena bukan hanya jaraknya yang jauh dari tempat tinggal mereka, tetapi juga lebih mementingkan sesuatu yang bermanfaat menurut mereka seperti seorang ibu yang memiliki kegiatan sehari-hari berkebun akan lebih memilih kekebun.
Vitamin A yang wajib diberikan kepada anak yang berumur 6-59 bulan yang bisa didapatkan melalui POSYANDU, tapi banyak ibu yang tidak mengetahui pentingnya Vitamin A bagi pertumbuhan anak, Vitamin A terbukti bisa menurunkan angka kesakitan dan kematian anak karena vitamin A berfungsi memperkuat sistem kekebalan tubuh akan tetapi karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai status gizi maka banyak ibu yang sudah tidak lagi mengunjungi POSYANDU pada saat anak berusia 3 tahun.
Adanya pemahaman ibu yang seperti ini akan menyebabkan masalah gizi terutama pada balita, sesuai dengan “Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 155/MENKES/per/I/2010 tentang penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi balita” dengan begitu terlihat jelas bahwa wajib POSYANDU adalah 5 tahun.
Dengan adanya masalah di atas peneliti ingin mengetahui seberapa besar efektifitas POSYANDU dan juga perilaku ibu terhadap status gizi balita yang rutin mengunjungi POSYANDU.
1.2     Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka identifiksai masalah adalah:
1.      Data akhir 2014 mengenai kunjungan balita ke POSYANDU menunjukan bahwa dari 1.590 balita yang berada diwilayah kerja Puskesmas Tilango hanya 1212 balita yang rutin mengunjungi POSYANDU.
2.      Data Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo bahwa di Kecamatan Tilango data gizi buruk tahun 2013 5,5% dan mengalami penurunan Tahun 2014 4,3%  sedangkan gizi kurang tahun 2013 9,6% mengalami kenaikan 10,6%.
3.      Data pelayanan POSYANDU di Kecamatan Tilango seperti posyandu pada umumnya yakni memiliki system 5 meja (Pendaftaran, Penimbangan, Pencatatan, Penyuluhan, Pelayanan kesehatan), tetapi POSYANDU di wilayah kerja puskesmas Tualango masih belum memilki gedung sendiri dan juga gambar di POSYANDU yang dapat menarik perhatian balita masih belum lengkap.
1.3     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah apakah pelayanan POSYANDU dan perilaku ibu efektif terhadap status gizi balita.
1.4     Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Menganalisis efektifitas pelayanan POSYANDU dan perilaku ibu terhadap status gizi balita.
1.3.2        Tujuan khusus
1.   Untuk menganalisis gambaran umum status gizi balita di Kecamatan Tilango.
2.   Untuk menganalisis efektifitas pelayanan POSYANDU terhadap status gizi balita.
3.   Untuk menganalisis efektifitas perilaku ibu meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan  terhadap status gizi balita di Kecamatan Tilango.
4.   Untuk menganalisis pelayanan POSYANDU dan perilaku ibu terhadap status gizi balita di Kecamatan Tilango.
1.5     Manfaat Penelitian
1.5.1  Manfaat teoritis
            Bagi peneliti, sebagai pengalaman dalam menganalisis suatu masalah pada masyarakat dengan mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Goeontalo, dan juga melalui penelitian ini peneliti dapat mengetahui pentingnya POSYANDU dan juga perilaku ibu terhadap status gizi balita.
1.5.2  Manfaat praktis
1.      Bagi almamater
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi yang ada dan dapat memberikan sumbangan pemikiran terutama dalam ilmu gizi.
2.      Bagi pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan pustaka serta sebagai informasi bagi pihak-pihak yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
3.         Bagi POSYANDU
Sebagai bahan masukan yang bermanfaat yang perlu dipertimbangkan untuk lebih memperhatikan masalah gizi balita dan meningkatkan pelayanan gizi yang lebih baik.
4.         Bagi Masyarakat
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai informasi kesehatan tentang pentingnya pelayanan POSYANDU dan peilaku ibu (pengetahuan, sikap, tindakan) terhadap status gizi balita.












BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1     POSYANDU
2.1.1 Pengertian POSYANDU
POSYANDU adalah kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat yang dibantu oleh petugas kesehatan di suatu wilayah kerja puskesmas, dimana program ini dapat dilaksanakan di balai dusun, balai kelurahan, maupun tempat-tempat lain yang mudah didatangi oleh masyarakat (Ismawati, 2011).
POSYANDU merupakan langkah yang cukup strategis dalam rangka pengembangan kualitas sumber daya manusia bangsa Indonesiaagar dapat membangun dan menolong dirinya sendiri, sehingga perlu ditingkatkan pembinaannya. Untuk meningkatkan pembinaan POSYANDU sebagai pelayanan KB dan kesehatan yang dikelola untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan pelayanan teknis dari petugas perlu ditumbuh kembangkan perlu serta aktif masyarakat dalam wadah LKMD (Ismawati , 2011).
Dasar pelaksanaan POSYANDU adalah undang-undang no. 23 tahun 1992 pasal 66 tentang dana sehat sebagai cara penyelenggaraan dan pengelolaan pemmeliharaan kesehatan secara paripurna, yaitu (Ismawati, 2011) :
1.      Pemerintah mengembangkan, membina, dan mendorong jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat sebagai cara yang dijadikan landasan setiap penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan yang pembiyayaannya dilaksanakan secara praupaya berdasarkan usaha bersama dan kekeluargaan.
2.      Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat merupakan cara penyelenggaraan pemeliharaan kesehatan dan pembiyayaannya, dikelola secara terpadu untuk tujuan meningkatkan derajat kesehatan, wajiib dilaksanakan oleh setiap penyelenggara.
3.      Penyelenggara jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat harus berbentuk badan hukum dan memiliki izin oprasional serta kepesertaannya bersifat aktif.
4.      Ketentuan mengenai penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
2.1.2  Tujuan penyelenggaraan POSYANDU
Penyelenggaraan POSYANDU itu sendiri bertujuan untuk (Ismawati, 2011) :
1.      Menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (ibu hamil, melahirkan dan nifas), angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) masih cukup tinggi, meskipun dari tahun ke tahun sudah dapat diturunkan.
2.      Membudayakan NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera).
3.      Meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan keluarga berencana (KB) serta kegiatan lainya yang menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat sejahtera.
4.      Berfungsi sebagai wahana gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan kesehatan keluarga dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera.
5.      Menghimpun potensi masyarakat untuk berperan serta secara aktif meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan ibu, bayi, balita dan keluarga serta mempercepat penurunan angka kematian ibu, bayi dan balita.
2.1.3 Manfaat POSYANDU
Ada beberapa manfaat POSYANDU yaitu (Ismawati, 2011) :
1.      Bagi masyarakat
Manfaat POSYANDU bagi masyarakat adalah memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan bagi anak balita dan ibu, pertumbungan anak balita terpantau sehingga tidak menderita gizi kurang atau gizi buruk. Bayi dan anak balita mendapatkan kapsul vitamin A, bayi memperoleh imunisasi lengkap, ibu hamil juga akan terpantau berat badannya dan memperoleh tablet tambah darah serta imunisasi TT, ibu nifas memperoleh penyuluhan kesehatan yang berkaitan tentang kesehatan ibu dan anak.
2.      Bagi Kader
Mendapatkan berbagi informasi kesehatan lebih dahulu dan lebih lengkap. Ikut berperan secara nyata dalam tumbuh kembang anak balita dan kesehatan ibu, citra diri meningkat di mata masyarakat sebagai orang terpercaya dalam bidang kesehatan menjadi panutan karena telah mengabdi demi pertumbuhan anak dan kesehatan ibu .
2.1.4  Jenjang POSYANDU
Jenjang POSYANDU menurut “KONSEP ARRIF” dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu (Ismawati, 2011) :

1.      POSYANDU Pratama
POSYANDU Pratama memiliki ciri-ciri:
a.       Kegiatan belum mantap
b.      Kegiatan belum rutin
c.       Jumlah kader terbatas
2.      POSYANDU Madya
POSYANDU madya memiliki ciri-ciri:
a.       Kegiatan lebih teratur
b.      Jumlah kader 5 (lima) orang
3.      POSYANDU Purnama
POSYANDU purnama Memiliki ciri-ciri:
a.       Kegiatan sudah teratur
b.      Cakupan program/ kegiatan lebih baik
c.       Jumlah kader 5 (lima) orang
d.      Mempunyai program tambahan
4.      POSYANDU Mandiri
POSYANDU mandiri memiliki ciri-ciri:
a.       Kegiatan secara teratur dan mantap
b.      Cakupan program/ kegiatan baik
c.       Memiliki dana sehat dan JPKM yang mantap.



2.1.5        Kegiatan posyadu
Kegiatan POSYANDU terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/ pilihan secara rinci kegiatan POSYANDU adalah sebagai berikut  (Ismawati, 2011) :
1.      Meja 1       : Pendaftaran dan Pencatatan
2.      Meja 2       : Penimbangan
3.      Meja 3       : Pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS)
4.      Meja 4       : Penyuluhan kesehatan, pemberan oralit, Vitamin A, dan meja
  tablet besi
5.      Meja 5       : Pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan
  kehamilan, pemeriksaan kesehatan dan pengobatan, serta
  pelayanan keluarga berencana.
Untuk meja 1 sampai 4 dilaksanakan oleh kader kesehatan, sedangkan meja 5 dilaksanakan oleh petugas kesehatan.
2.1.6        Standar pelayanan POSYANDU
Standar dalam pelayanan kesehatan di atur dalam KEPMENKES RI NO 1457/MENKES/SK/X/2008 yaitu :
1.      Pemantauan pertumbuhan balita
a.       Balita naik berat badanya (80%)
b.      Balita dibawah garis merah (< 15% )
2.      Pelayanan gizi
a.       Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali pertahun (90%)
b.      Balita gizi buruk mendapat perawatan (100%)    
Tabel 2.1 Standar pelayanan POSYANDU di Indonesia
NO
Jenis Pelayanan
Indikator kinerja
Pembilang
Penyebut
Definisi Oprasional
1
Upaya Perbaikan Gizi
1.1
Pemantauan pertumbuhan balita
Balita yang naik berat badannya (N/D)
Jumlah balita yang ditimbang yang berta badanya naik
Jumlah balita yang ditimbang
Balita yang ditimbang di POSYANDU maupun diluar POSYANDU
Cakupan balita di bawah garis merah
Jumlah balita yang ditimbang yang pada  KMS berat badanya dibawah garis merah
Jumlah balita yang ditimbang
Balita BGM yang ditimbang di POSYANDU maupun diluar POSYANDU
1.2
Pelayanan Gizi
Cakupan balita yang dapat kapsul vit A 2x pertahun
Jumlah balita dapat vit A 2x pertahun, Bayi 1x pertahun
Jumlah sasaran balita yang ada di wilayah kerja puskesmas
Balita dapat Kapsul Vit A 2x pertahun (bayi 1x pertahun)
Cakupan Ibu Hamil dapat 90 tablet Fe
Jumlah ibu hamil mendapat Tablet Fe selama periode kehamilanya
Jumlah ibu hamil diwilayah kerja puskesmas
Ibu hamil yang mendapat tablet Fe selama periode kehamilannya
Cakupan pemberian makanan pendamping asi bagi bayi BGM dari Gakin
Jumlah bayi gizi kurang usia 6-11 bln dari Gakin mendapat MP-ASI selama 90-120 hari diwilyah kerja puskesmas
Jumlah seluru Bayi 6-11 bulan dengan gizi kurang dari Gakin diwilyah kerja puskesmas
Pemberian MP-ASI pada bayi 6-11 bulan gizi kurang dari Gakin selama 90-120 hari diwilayah kerja puskesmas
Balita gizi buruk mendapat perawatan
Jumlah balita gizi buruk yng datang /ditemukan, dirawat dan durujuk
Jumlah seluruh balita gizi buruk diwilayah kerja puskesmas
Balita gizi buruk yang datang/ ditemukan dirawat dan dirujuk.
Sumber: Notoatmodjo, 2008
2.2     Perilaku
2.2.1 Pengertian perilaku
Aspek biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis semua makhluk hidup termasuk binatang dan manusia, mempunyai aktifitas masing-masing. Manusia sebagai salah satu makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang dilakukan yaitu antara lain: berjalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir, dan seterusnya (Notoatmodjo, 2010).
Skinner , 1938. dalam : Notoatmodjo, 2010 “Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Skinner menjelaskan ada 2 jenis respon, yaitu” :
1.   Respondent respons atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stiuli, karena menimbulkan respon-respon yang relative tetap. Misalnya: makanan lezat akan menimbulkan nafsu makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup  dan sebagainya. Respon-dent respon juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah akan menimbulkan rasa sedih, mendengar berita suka atau gembira, akan menimbulkan rasa suka cita.
2.   Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini disebut reinforcing stimuli atau reinforce, karena berfungsi untuk memperkuat respons. Misalnya, apabila seorang petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respons terhadap gaji yang cukup, misalnya (stimulus) kemudian karena kerja baik tersebut, menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi, kerja baik tersebut sebagai reinforce untuk memperoleh promosi pekerjaan.
2.2.2 Bentuk perilaku
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua bentuk yaitu (Notoatmodjo, 2003):
1.      Perilaku tertutup (covert behavior)
Respons atau reaksi terhadap stimulus dalam bentuk tertutup ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Misalnya seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan walau si ibu belum pergi ke puskesmas untuk memeriksakan kehamilannya.
2.      Perilaku terbuka (overt behavior)
Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka dengan muda dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Misalnya seorang ibu pergi ke puskesmas untuk memeriksa kehamilannya karena si ibu mengetahui itu hal yang sangat penting.
2.3     Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan presepsi terhadap objek. Sabagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu (Notoatmojo. 2010):
1.      Tahu (Know)
Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa buah tomat banyak mengandung vitamin C. untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat mengunakan pertanyaan-pertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda anak yang kekurangan gizi, bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang nyamuk) dan sebagainya.
2.      Memahami (Comprehension)
Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.
3.      Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4.      Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen  yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, dan mengelompokan, membuat diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
5.      Sintesis (Synthesis)
Sintesis menunjukan suatu kemampuan seseorang unyuk merangkum atau meletajkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain,  sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi yang telah ada.
6.      Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu kriteria  yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.4     Sikap (attitude)
2.4.1  Pengertian sikap
Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang- tidak senang, setuju- tidak setuju, baik- tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950) mendefinisikan sangat sederhana, yakni: “an individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to object.” Jadi jelas, di sini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan gejala kejiwaan yang lain (Notoatmodjo, 2010).
Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak , dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain, fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan atau reaksi tertutup) (Notoatmodjo,2010).
Seperti halnya pengetahuan , sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya, sebagai berikut (Notoatmodjo, 2003) :
1.      Menerima
Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan objek yang diberikan. Misalnya sikap orang terhadap gizi yang dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu terhadap ceramah tentang gizi.
2.      Merespon
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas dari pekerjaan  itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang itu menerima ide tersebut.
3.   Menghargai
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah, misalnya seorang ibu mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbang anaknya ke POSYANDU atau mendiskusikan tentang gizi, hal ini merupakan bukti bahwa ibu tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap kesehatan keluarganya.

4.      Bertanggung Jawab
Bertanggung jawab atas segala sesuau yang telah diplihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi, misalnya seorang ibu bisa menjadi ekseptor KB meskipun mendapat tantangan dari orang tuanya sendiri.
2.5     Praktek (Tindakan)
Seperti telah disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan prasarana. Seorang ibu hamil sudah tau bahwa periksa kehamilan itu penting untuk kesehatannya dan janinnya, dan sudah ada niat (sikap) untuk periksa kehamilan. Agar sikap ini meningkat menjadi tindakan, maka diperlukan bidan, POSYANDU, atau puskesmas yang dekat dari rumahnya, atau fasilitas tersebut mudah dicapainya. Apabila tidak, kemungkinan ibu tersebut tidak akan memeriksakan kehamilannya (Notoatmodjo, 2010).
Praktik atau tindakan ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yaitu (Notoatmodjo, 2010).
1.      Praktik terpimpin (guided response)
Apabila subjek atau seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. Misalnya, seorang ibu memeriksakan kehamilannya tetapi masih menunggu diingatkan oleh bidan atau tetangganya.


2.      Praktik secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau seseotang telah melakukan atau mempraktikan sesuatu hal secara otomatis maka disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya, seorang ibu selalu membawa anaknya ke POSYANDU untuk ditimbang, tanpa harus menunggu perintah dari kader atau petugas kesehatan.
3.      Adopsi (adoption)
Adopsi adalah suatu tindakan atau praktek yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau tindakan atu perilaku yang berkualitas. Misalnya, seorang ibu memasak memilih bahan masakan bergizi tinggi meskipun bahan makanan tersebut murah harganya.
2.6     Balita
Balita atau anak bawah lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia dibawah satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun, karena faal (kerja alat tubuh yang sebenarnya) bayi usia di bawah satu tahun, banyak ilmuan yang membedakannya. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusuh sampai dengan prasekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan kecerdasannya, faal tubuhya juga mengalami perkembangan sehingga jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaanya (Proverawati, 2011).
2.6.1     Status gizi balita
Menurut Robinson & Weighley, status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh(Adriani, Wiratmadi, 2012).
Faktor yang mempengaruhi status gizi, yaitu :
1.         Faktor langsung :
a.          Asupan berbagai makanan.
b.         Penyakit.
2.         Faktor tidak langsung:
a.          Ekonomi keluarga, penghasilan keluarga merupakan faktor yang mempengaruhi kedua faktor yang berperan langsung terhadap status gizi.
b.         Produksi pangan, peranan pertanian dianggap penting karena kemampuannya menghasilkan produk pangan.
c.          Budaya, masih ada kepercayaan untuk memantang makanan tertentu yang dipandang dari segi sebenarnya mengandung zat gizi yang baik.
d.         Kebersihan lingkungan, kebersihan lingkungan yang jelek akan memudahkan anak menderita penyakit tertentu seperti ISPA, infeksi saluran pencernaan.
e.          Fasilitas pelayanan  kesehatan sangat penting untuk menyokong status kesehatan dan gizi anak.
2.6.2  Penilaian status gizi balita
Penilaian Sataus gizi berdasarkan KMS, pertumbuhan Balita dapat diketahui apabila setiap bulan ditimbang, hasil penimbangan dicatat di KMS, dan diantara titik berat badan KMS dari hasil penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini dihubungkan dengan sebuah garis. Rangkain garis pertumbuhan anak tersebut membentuk grafik pertumbuhan anak. Pada balita yang sehat, berat badanya akan selalu naik, mengikuti pita pertumbuhan sesuai dengan umurnya (Depkes RI, 2008).
a.       Balita naik berat badannya bila :
1)      Garis pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna, atau
2)      Garis pertumbuhannya naik dan pindah ke pita warna diatasnya
b.      Balita tidak naik berat badannya bila :
Garis pertumbuhannya turun, atau garis pertumbuhannya mendatar atau garis pertumbuhannya naik, tetapi pindah ke pita warna dibawahnya.
c.       Berat badan balita dibawah garis merah artinya pertumbuhan balita mengalami gangguan pertumbuhan dan perlu perhatian khusus, sehingga harus langsung dirujuk ke puskesmas/ Rumah Sakit.
d.      Berat badan balita tiga bulan berturut-turut tidak naik (3T), artinya balita mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga harus di rujuk ke Puskesmas/ Rumah Sakit.
e.       Balita tumbuh baik bila :Garis berat badan naik setiap bulannya
f.       Balita sehat, jika: Berat badannya selalu naik mengikuti salah satu pita warna atau pindah ke pita warna di atasnya.
2.6.2.1   Penilaian status gizi secara langsung
 Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi 4 penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Masing- masing penilaian tersebut dibahas secara umum yaitu (Supariasa, 2014) :
1.      Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidak cukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
2.      Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan antara lain :  darah urine, tinja dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
3.      Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi dan melihat pertumbuhan struktur dari jaringan.
4.      Antropometri
Antropometri artinya ukuran tubuh  manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Secara umum antropometri digunakan untuk melihat ketidak seimbangan asupan protein dan energi. Ketidak seimbangan ini terlihat pada pola pertumbumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh.
Parameter antropometri merupakan dasar penilaian status gizi. Kombinasi antar parameter disebut indeks antropometri. Beberapa indeks telah diperkenalkan seperti pada hasil seminar antropometrii 1975. Di inidonesia ukuran baku hasil peneilaian dalam negeri belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) digunakan baku HARVARD yang disesuaikan dengan ndonesia (100% baku Indonesia= 50 persentil baku HARVARD). Berdasarkan ukuran tersebut, penggolongan status gizi menurut indeks antropometri adalah seperti tercantum dalam tabel 2.2
Tabel 2.2  Penggolongan Keadaan Gizi Menurut Indeks Antropometri
Status Gizi
Antropometri
BB/U
TB/U
BB/TB
Gizi Baik
> 80%
> 85%
> 90%
Gizi Kurang
61-80%
71 - 85%
81 - 90%
Gizi Buruk
≤ 60%
≤ 70%
≤ 80%
Sumber: Supariasa, 2014
Indeks antropometri yang sering digunakan adalah (Supariasa, 2014)  :
a.       Berat Badan Menurut Umur (BB/U)
            Berat badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh dan antropometri yang sangat labil, berdasarkan karakteristik tersebut maka indeks berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi seseorang saat itu. Pada keadaan normal, barat badan berkembang mengikuti pertambahan umur.
b.      Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U)
            Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti barat badan, relatif  kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.


c.       Berat Badan Menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan linier dengan tinggi badan dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Dari berbagai jenis-jenis indeks tersebut, untuk menginterpretasikannya dibutuhkan ambang batas, penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan para ahli gizi. Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu, persen terhadap median, persentil dan standar deviasi unit (Supariasa, 2014).
1)      Persen Terhadap Median
Median adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi median sama dengan persentil 50. Nilai median ini dinyatakan sama dengan 100% (untuk standar). Setelah itu dihitung presentase terhadap nilai median untuk mendapatkan ambang batas. Andai kata nilai median berat badan anak umur 2 tahun adalah sebesar 12 kg, maka 80% median sama dengan 9,6 kg, dan 60% median sama dengan 7,2 kg. Kalau 80% dan 60% dianggap ambang batas maka anak yang berumur 2 tahun dan mempenyai berat badan antara 7,2 kg- 9,6 kg  (antara 60% -80% median) dinyatakan status gizi kurang dan dibawah 7,2 kg dinyatakan berstatus gizi buruk (Supariasa, 2014).
   Tabel  2.3   Klasifikasi  Status  Gizi  Menggunakan  Persen Terhadap Median
Status Gizi
Status Gizi
Antropometri
BB/U
TB/U
BB/TB
Gizi Baik
> 80%
> 90%
> 90%
Gizi Sedang
71%-80%
81%-90%
81%-90%
Gizi Kurang
61-70%
71%-80%
71%-80%
Gizi Buruk
≤ 60%
≤ 70%
≤ 70%
    Sumber: Supariasa, 2014
2)      Persentil
Para pakar merasa kurang puas dengan menggunakan persen terhadap median, akhirnya mereka memilih cara persentil. Persentil 50 sama dengan median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada di atasnya dan setengahnya berada di bawahnya. National Center for Health Statistics (NCHS) merekomendasikan persentil ke 50 sebagai batas gizi baik dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik (Supariasa, 2014).
3)      Standar Deviasi Unit (SD)
Standar deviasi unit disebut juga Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau pertumbuhan (Supariasa, 2014).
Rumus perhitungan Z – Skor :
                          



















Tabel 2.4 Katergori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Indeks
Kategori
Satus Gizi
Ambang Batas
(Z-Score)
Berat Badan Menurut Umur
(BB/U)
Anak Umur 0-60 Bulan
Gizi Buruk
< -3 SD
Gizi Kurang
-3 SD sampai dengan < -2 SD
Gizi Baik
-2 SD sampai dengan 2 SD
Gizi Lebih
>2 SD
Panjang Badan Menurut Umur
(PB/U) atau
Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
Anak Umur 0-60 Bulan
Sangat Pendek
< -3 SD
Pendek
-3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal
-2 SD sampai dengan 2 SD
Tinggi
>2 SD
Berat Badan Menurut Panjang Badan (BB/PB)
atau
Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Anak Umur 0-60 Bulan
Sangat Kurus
< -3 SD
Kurus
-3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal
-2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk
>2 SD
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
Anak Umur 0-60 Bulan
Sangat Kurus
< -3 SD
Kurus
-3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal
-2 SD sampai dengan 2 SD
Gemuk
>2 SD
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
Anak Umur 5-18 Tahun
Sangat Kurus
< -3 SD
Kurus
-3 SD sampai dengan < -2 SD
Normal
-2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk
>1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas
>2 SD
Sumber: KEMENKES RI, 2011


2.6.2.2  Penilaian status gizi secara tidak langsung
1.      Survei konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan gizi.

2.      Statistik Vital
Pengkuran status gizi dengan statistik vital adalah dengan enganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
2.6.3 Pengaruh status gizi pada balita
Status gizi pada masa balita perlu mendapatkan perhatian yang serius dari para orang tua, karena kekurangan gizi pada masa ini akan menyebabkan kerusakan yang irrevesibel (tidak dapat dipulihkan). Ukuran tubuh yang pendek merupakan salah satu indikator kekurangan gizi yang berkepanjangan pada balita. Kekurangan gizi yang lebih fatal akan berdampak pada perkembangan otak. Fase perkembangan otak pesat pada usia 30 minggu 18 bulan. Status gizi balita dapat diketahui dengan cara mencocokan umur anak dengan berat badanstandar dengan menggunakan pedoman WHO (Proverawati, 2011).
Parameter yang cocok digunakan untuk balita adalah berat badan , tinggi badan, dan lingkar kepala. Lingkar kepala digunakan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan otak. Kurang gizi ini akan berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental anak (Proverawati, 2011).





2.7     Kerangka Berfikir
2.7.1   Kerangka teori



2.8.2 Kerangka konsep
Keterangan :
                                                             : Variabel Independent
                                              : Variabel Dependent

2.8     Hipotesis penelitian
1.      Ada efektifitas Pelayanan POSYANDU terhadap status gizi balita.
2.      Ada efektifitas perilaku ibu  terhadap status gizi balita.





BAB III
METODE PENELITIAN

3.1  Lokasi dan Waktu Penelitian
4.1.1     Lokasi penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di delapan desa diwilayah kerja puskesmas Tilango tepatnya di desa Tualango, Dulomo, Tilote, Tabumela, Ilotedea, Lauwonu, Tenggela,Tinelo. Kabupaten Gorontalo.
4.1.2     Waktu penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan juni 2015.
3.2  Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam  penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain penelitian survei analitik dengan rancangan Cross Sectional. Cross Sectional ialah  suatu penelitian  untuk mempelajari dinamika korelasi antara faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat  (Notoatmodjo, 2010). Data menyangkut variabel bebas dan variabel terikat.
3.3  Variabel Penelitian
Penelitian ini memiliki dua variabel yaitu, variabel bebas dan variabel terikat :
3.3.1        Variabel bebas (Independent)
            Variabel bebas dalam penelitian ini adalah Program pelayanan POSYANDU  dan perilaku ibu (Pengetahuan, sikap, tindakan) yaitu pengetahuan ibu mengenai gizi, sikap ibu terhadap status gizi dan tindakan ibu dalam mengoptimalkan status gizi. Pengambilan sampel diambil secara acak.
3.3.2        Variabel terikat (Dependent)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah status gizi balita.
3.4  Definisi Oprasional dan Kriteria Objektif
3.4.1        Definisi oprasional
3.4.1.1   Pelayanan POSYANDU
Pelayanan POSYANDU adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksananakan sebulan sekali dalam suatu wilayah kerja puskesmas yang dilakukan dibalai desa ataupun rumah warga. POSYANDU yang akan saya jadikan sasaran penelitian adalah POSYANDU madya yang sudah melakukan kegiatan lebih teratur diwilayah kerja puskesmas Tilango.
1.      Pemantauan pertumbuhan balita adalah memantau pertumbuhan balita yang naik berat badanya maupun balita dibawah garis merah (BGM) yang dapat dilihat pada KMS.
a.       Balita naik berat badannya adalah balita yang ditimbang di POSYANDU maupun diluar POSYANDU yang berat badannya naik dan mengikuti garis pertumbuhan pada KMS.
b.      Balita dibawah garis merah (BGM) adalah balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau dibawah garis merah pada KMS.
2.      Pelayanan gizi balita adalah melihat cakupan balita yang mendapat kapsul vitamin A dan juga melihat balita gizi buruk yang mendapat perawatan.
a.       Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali pertahun adalah jumlah balita yang mendapat kapsul viamin A 2 kali dalam satu tahun.
b.      Balita gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani di sarana pelayanan kesehatan sesuai tata laksana gizi buruk di suatu wilayah kerja.
3.4.1.2  Perilaku ibu
1.      Pengetahuan
Pengetahuan ibu adalah tingkat pemahaman ibu yang memiliki balita mengenai gizi yakni cara pemilihan, pengolahan, pemberian makanan bergizi yang mencukupi kebutuhan gizi balita.
2.      Sikap
Sikap ibu mengenai gizi anak adalah respon positif ataupun negatif seorang ibu yang memiliki anak balita mengenai cara pemilihan, penyajian, pemberian makanan bergizi dan juga penilaian ibu mengenai pertumbuhan anak balita.
3.      Tindakan
Tindakan ibu mengenai gizi anak balita adalah tindakan ibu untuk perbaikan status gizi balita baik dari cara pemilihan, penyajian, dan pemberian makanan yang bergizi untuk pertumbuhan anak balita.
3.4.1.3  Status gizi balita
Status gizi anak balita adalah keadaan status gizi anak balita yang ditentukan dengan menggunakan pengukuran berat badan dan tinggi badan menggunakan WHO  dengan skor Z menurut BB/TB.


3.4.2        Kriteria objektif
3.4.2.1  Pelayanan Posyandu
Standar dalam pelayanan kesehatan di atur dalam KEPMENKES RI NO 1457/MENKES/SK/X/2008 yaitu :
1.   Pemantauan pertumbuhan balita
a.    Balita naik berat badannya (80%)
b.   Balita dibawah garis merah (< 15% )
2.   Pelayanan gizi
a.    Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali pertahun (90%)
b.   Balita gizi buruk mendapat perawatan (100%)     
Pelayanan POSYANDU mengenai gizi jika telah mencapai target maka diberikan nilai 1 dan yang belum memenuhi target maka di beri nilai 0.
3.4.2.2  Perilaku ibu
1.      Pengetahuan
Data pengetahuan ibu dikumpulkan dengan kuisioner yang berisikan pertanyaan dengan dua kemungkinan jawaban. Bila jawaban ibu benar di beri nilai 1 dan bila jawaban ibu salah di beri nilai 0 untuk setiap pertanyaan.
2.      Sikap
Data mengenai sikap ini dapat diperoleh dari kuisioner yang berisikan pertanyaan yang hanya ada satu jawaban benar jawaban setuju di beri nilai 1 dan tidak setuju diberi nilai 0.


3.      Tindakan
Data mengenai tindakan ibu dapat diperoleh dari kuisioner yang berisikan pertanyaan dengan dengan 2 kemungkinan jika Ya diberi nilai 1 dan jika Tidak diberi nilai 0.
3.4.2.3  Status gizi balita
Pengukuran berat badan dan tinggi badan menggunakan WHO dengan skor Z BB/TB.
1.      Sangat Kurus        : < -3 SD
2.      Kurus                    : -3 Sd Sampai dengan < -2SD
3.      Normal                  : -2 SD sampai dengan 2 SD
4.      Gemuk                  : > 2 SD  (KEMENKES, 2011)
3.5  Populasi dan Sampel
3.5.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan ibu dan balita yang ada di wilayah kerja Puksesmas Tilango khusunya yang berada di 8 desa (Tualango, Dulomo, Tilote, Tabumela, Ilotedea, Lauwonu, Tenggela, Tinelo) yang memiliki  pelayanan POSYANDU yang rutin.
1.5.2     Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah balita  yang berada di POSYANDU dan masih rutin menggunakan jasa pelayanan POSYANDU.
           Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah simple random sampling dari populasi balita yang ditimbang yang terdapat di delapan desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tilango, karena jumlah baita lebih dari 1500 balita, maka sampel diambil sebesar 30% dari jumlah populasi yaitu sebanyak 477 balita.
           Jadi jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 477 balita yang ditimbang di POSYANDU madya yang berada diwilayah kerja Puskesmas Tilango.
1.5.3     Responden
Responden pada penelitian ini adalah ibu balita yang ditimbang yang terdapat di delapan desa di wilayah kerja Puskesmas Tilango.
3.6  Teknik Pengumpulan Data
1.6.1  Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1.      Lembar Kuesioner digunakan pada saat wawancara langsung dengan responden untuk mendapatkan data mengenai perilaku ibu mengenai gizi. Kuesioner diukur berdasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan yang telah disediakan.
2.      Lembar Observasi untuk melihat standar pelayanan POSYANDU.
3.      Timbangan Dacin yang digunakan mempunyai kapasitas 25 kg dengan ketelitian 0,1 kg.
4.      Kartu Menuju Sehat (KMS).
5.      Komputer  berfungsi untuk mengolah data primer yang telah terkumpul melalui penelitian lapangan baik dengan menggunakan Kuisioner.


1.6.2     Data primer
Data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara. Wawancara ini dilakukan  untuk mengetahui perilaku ibu mengenai gizi balita.
1.6.3     Data sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah data cakupan pelayanan POSYANDU mengenai gizi balita di wilayah kerja Puskesmas Tilango Kabupaten Gorontalo.
3.7  Analisis Data
3.7.1  Analisis univariat
Dilakukan untuk mendeskripsikan masing-masing variabel, yaitu variabel bebas (pelayanan POSYANDU dan perilaku ibu) maupun variabel terikat (status gizi). Analisis ini berupa distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.
3.7.2  Analisis bivariat
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bivariat. Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat agar dapat menentukan tingkat hubungan antara variabel tersebut. Didalam penelitian ini dilakukan uji statistik dengan uji Chi-Square dengan bantuan computer. Uji Chi-Square digunakan karena skala pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah skala pengukuran kategorik dan termasuk uji non parametrik. Dengan mengunakan Rumus:





 
 



                                Keterangan :
                                    X2 = Chi square
O = Nilai observasi
E = Nilai Ekspektasi
k = Jumlah kolom
b = Jumlah baris
Bila uji Chi-Square tidak memenuhi syarat (bila sampel yang digunakan terlalu kecil (n < 20) dan nilai ekspektasi < 5, maka digunakan uji alternatif yaitu uji Fisher Pobability Exact test.