BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Seiring dengan kemajuan
pendidikan, ilmu pengetahuan teknologi komunikasi dan kemajuan ekonomi suatu
bangsa, makin banyak orang menyadari akan pentingnya makanan sehari-hari untuk
memelihara kesehatan. Di negara maju seperti Amerika Serikat, rakyat sudah terdidik
dan terlatih untuk hidup sehat atas dasar suatu pedoman gizi seimbang yang
dikenal dengan Dietary Nutritional
Guidelines. Dengan pedoman ini, dibentuk pola hidup sehat dengan kebiasaan
makan yang baik sesuai dengan persyaratan gizi (Soekriman, 2009).
Masalah gizi pada hakikatnya
adalah masalah kesehatan masyarakat, namun penanggulangannya tidak dilakukan
dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja, masalah gizi adalah multi
faktor. Oleh karena itu pendekatan penanggulanganya harus melibatkan berbagai
faktor yang terkait. Masalah gizi tidak selalu berupa peningkatan produksi dan
pengadaan pangan, peningkatan status gizi masyarakat memerlukan kebijakan yang
menjamin setiap anggota masyarakat untuk memperoleh makanan yang cukup jumlah
dan mutunya (Supariasa, 2009).
Konsumsi gizi makanan
pada seseorang dapat menentukan tingkat tercapainya tingkat kesehatan, atau
sering disebut status gizi. Apabila tubuh berada dalam tingkat kesehatan gizi
optimum, dimana jaringan jenuh oleh semua zat gizi, maka disebut status gizi
optimum. Apabila konsumzi giz makanan pada seseorang tidak seimbang dengan
kebutuhan tubuh maka akan terjadi kesalahan akibat gizi (Malnutrition). Malnutrition
ini mencakup kelebihan nutrisi/ gizi yang disebut gizi lebih (Overnutrition), dan kekurangan gizi atau
gizi kurang (Undernutrition)
(Notoatmodjo, 2007).
Kekurangan gizi pada
umumnya terjadi pada balita karena pada umur tersebut anak mengalami
pertumbuhan yang pesat. Balita termasuk kelompok yang rentan gizi di suatu
kelompok masyarakat dimana masa itu merupakan masa peralihan antara saat
disapih dan mulai mengikuti pola makan orang dewasa (Adisasmito, 2009)
Indonesia merupakan
Negara yang mempunyai ragam budaya, sosial, adat istiadat yang beragam. Dalam
memilih makanan terkadang masyarakat di Indonesia juga mempertimbangkan budaya
yang ada, banyak sekali penemuan para ahli sosiolog dan ahli gizi menyatakan
bahwa faktor budaya sangat berperan terhadap proses terjadinya kebiasaan makan
dan bentuk makanan itu sendiri, sehingga tidak jarang menimbulkan masalah gizi
apabia faktor makanan itu tidak diperhatikan secara baik oleh kita yang
mengkonsumsinya (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).
Masalah gizi di suatu
daerah dapat dilihat dari tingginya angka kematian bayi, keadaan gizi yang
kurang baik atau sering di sebut gizi buruk merupakan sebab yang dapat
menimbulkan pengaruh dan dapat
menghambat pertumbuhan dan perkembangan balita.
Faktor penyebab
terjadinya masalah gizi disuatu daerah antara lain adalah pelayanan POSYANDU
yang diikutsertakan dengan perilaku ibu mengenai gizi yang dipengaruhi oleh
tingkat pengetahuan maupun pendidikan ibu yang masih kurang mengenai gizi, dan
juga kurangnya kesadaran ibu terhadap pentingnya makanan bergizi bagi balita
untuk mencapai status gizi yang seimbang.
Pos pelayanan terpadu (POSYANDU)
merupakan suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
untuk membantu masyarakat dalam kegiatan kesehatan dasar di suatu wilayah kerja
puskesmas, kegiatan kesehatan dasar biasanya dilakukan, di balai desa maupun
rumah warga yang bisa digunakan untuk kegiatan POSYANDU dan mudah didatangi
oleh masyarakat.
POSYANDU di wilayah
kerja puskesmas Tualango belum memiliki gedung POSYANDU sendiri masih
menggunakan gedung balai desa, rumah kader dan juga gedung PAUD. Gambar di
posyandu yang dapat menarik perhatian balita agar rajin ke POSYANDU juga belum
semuanya ada atau belum lengkap. Seperti POSYANDU pada umumnya POSYANDU yang
terdapat di wilayah kerja Puskesmas Tualango juga menggukan sistem 5 meja
(Pendaftaran, Penimbangan, Pencatatan, Penyuluhan dan Pelayanan kesehatan).
Perilaku gizi ibu
termasuk di dalamnya pengetahuan, sikap dan tindakan merupakan fakror penentu
keseimbangan gizi balita. Perilaku ibu terutama tingkat pengetahuan maupun
pendidikan sangat berpengaruh besar terhadap keseimbangan gizi balita dalam
masa pertumbuhannya. Oleh sebab itu seorang ibu setidaknya harus mengetahui
pentingnnya makanan bergizi untuk memenuhi kebutuhan gizi balita yang seimbang
sehingga tidak dikhawatirkan tertjadinya gizi kurang atau buruk.
Perilaku berkaitan
dengan masalah gizi pada balita ini dapat dilihat dari cara atau kebiasaan ibu
yang salah dalam pemberian makanan pada balita yang dapat mempengaruhi tidak
seimbangnya gizi yang diperoleh balita. Pandangan ibu mengenai makanan yang
salah misalnya “ Seorang ibu beranggapan bahwa ibu yang sedang menyusui tidak
diperbolehkan makan ikan maupun makanan laut lainnya ini dikarenakan akan
menyebabkan ASI menjadi bau amis, berdasarkan fakta bahwa ikan merupakan
sumber protein dan mineral yang baik, Ikan juga kaya asam lemak omega-3 yang
diperlukan untuk perkembangan otak dan penglihatan bayi”.
Perilaku ibu mengenai
gizi balita diwilayah kerja Puskesmas Tualango masih belum terlalu memahami
mengenai pentingnya makanan bergizi yang
dapat membantu pertumbuhan balita, pemahaman ibu yang seperti ini akan dapat
ditingkatkan melalui kehadiran ibu dan balita dalam pelaksanaan POSYANDU tapi
sebagian ibu masih ada yang tidak tertarik untuk mengikuti kegiatan POSYANDU
yang rutin dilaksanakan tiap bulan.
Status gizi balita
merupakan persoalan penting yang harus diperhatikan terutama oleh ibu.
Kebutuhan gizi bayi sangat jauh berbeda dengan kebutuhan gizi orang dewasa.
Makanan dengan kualitas yang baik dan cukup sangat diperlukan oleh balita karena
usia balita merupakan proses pertumbuhan yang memerlukan makanan yang bergizi.
Gorontalo merupakan
provinsi yang termasuk 5 besar urutan terbawah dalam cakupan pelayanan
kesehatan anak balita pada tahun 2013 dan di dalam ruang lingkup provinsi
Kabupaten Gorontalo menempati urutan pertama yang memiliki balita kekurangan
gizi. Dari Data Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo Kecamatan Tilango merupakan
satu dari 21 Kecamatan yang persentase gizi kurang >10% (Dikes Provinsi
Gorontalo 2012).
Puskesmas Tilango terletak
di Kecamatan Tilango Kabupaten Gorontalo Provinsi Gorontalo dengan luas wilayah
± 524,54 Ha. Dengan batas wilayah
yaitu sebelah Timur Kecamatan Dungingi, sebelah Barat Danau Limboto, sebelah
Utara Kecamatan Talaga Jaya dan sebelah Selatan Kecamatan Kota Barat.
Wilayah kerja puskesmas
Tilango dengan jumlah desa sebanyak 8 desa dengan jumlah POSYANDU 14 POSYANDU
dan keseluruhan penduduk berjumlah 14.434 jiwa dengan jumlah KK 3.598.
Desa-desa yang masuk dalam wilayah kerja puskesmas Tilango di ambil sebagai
populasi desa yang akan diteliti sebanyak 8 desa yaitu desa Tualango 956 jiwa,
Dulomo 787 jiwa, Tilote 3.207 jiwa, Tabumela 2079 jiwa, Ilotedea 1736 jiwa,
Lauwonu 1630 jiwa, Tenggela 2005 jiwa dan Tinelo 2034 jiwa.
Data akhir yang
diperoleh dari data primer di masing-masing POSYANDU dari 8 desa jumlah balita
yaitu sebanyak 1.590 jiwa yang terbagi di masing-masing desa yaitu, di desa
Tualango 67 jiwa, Dulomo 67 jiwa, Tilote 215 jiwa, Tabumela 262 jiwa, Ilotedea 165 Jiwa, Lauwonu 223 jiwa, Tenggela 217 jiwa dan Tinelo 188 jiwa.
Berdasarkan data tahun 2014 jumlah Balita di 8 desa yang termasuk dalam Kecamatan
Tilango sebanyak 1.590 jiwa. Dari seluruh jumlah balita tidak semua balita
rutin mengunjungi POSYANDU yang sering dilaksanakan pada awal bulan, balita
yang rutin mengunjungi POSYANDU sesuai degan data primer 2014 yang diperoleh
dari 14 POSYANDU yang berada diwilayah kerja puskesmas Tilango adalah yang
berumur 3 tahun ke bawah, sedangkan yang berumur 3 tahun ke atas sudah jarang
bahkan tidak lagi mengunjungi POSYANDU, Hal ini dikarenakan masyarakat Tilango,
terutama ibu, banyak yang beranggapan bahwa balita yang telah lengkap imunisasi
sudah tidak perlu lagi mengunjungi POSYANDU.
Data primer 2014 menunjukan bahwa dari 1.590 balita yang berada
diwilayah kerja puskesmas Tilango hanya 1212 balita yang masih rutin
mengunjungi POSYANDU yang sering dilaksanakan pada awal bulan.
Data perimer 2014 Puskesmas Tilango masih terdapat balita yang mengalami
gizi Kurang BB/TB 131 Balita, Gizi Kurang BB/U 175 Balita, Gizi Buruk BB/TB 94
Balita dan Gizi Buruk BB/U 56 Balita.
Sebagian masyarakat
yang belum memahami pentingnya status
gizi balita dan makanan bergizi juga berfikir untuk tidak pergi ke POSYANDU
karena bukan hanya jaraknya yang jauh dari tempat tinggal mereka, tetapi juga
lebih mementingkan sesuatu yang bermanfaat menurut mereka seperti seorang ibu
yang memiliki kegiatan sehari-hari berkebun akan lebih memilih kekebun.
Vitamin A yang wajib diberikan kepada anak yang berumur 6-59 bulan yang
bisa didapatkan melalui POSYANDU, tapi banyak ibu yang tidak mengetahui
pentingnya Vitamin A bagi pertumbuhan anak, Vitamin A terbukti bisa
menurunkan angka kesakitan dan kematian anak karena vitamin A berfungsi memperkuat
sistem kekebalan tubuh akan tetapi karena kurangnya pengetahuan ibu mengenai
status gizi maka banyak ibu yang sudah tidak lagi mengunjungi POSYANDU pada
saat anak berusia 3 tahun.
Adanya pemahaman ibu
yang seperti ini akan menyebabkan masalah gizi terutama pada balita, sesuai
dengan “Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
155/MENKES/per/I/2010 tentang penggunaan Kartu Menuju Sehat (KMS) bagi balita”
dengan begitu terlihat jelas bahwa wajib POSYANDU adalah 5 tahun.
Dengan adanya masalah
di atas peneliti ingin mengetahui seberapa besar efektifitas POSYANDU dan juga
perilaku ibu terhadap status gizi balita yang rutin mengunjungi POSYANDU.
1.2
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas maka identifiksai masalah adalah:
1. Data
akhir 2014 mengenai kunjungan balita ke POSYANDU menunjukan bahwa dari 1.590
balita yang berada diwilayah kerja Puskesmas Tilango hanya 1212 balita yang
rutin mengunjungi POSYANDU.
2. Data
Dinas Kesehatan Kabupaten Gorontalo bahwa di Kecamatan Tilango data gizi buruk
tahun 2013 5,5% dan mengalami penurunan Tahun 2014 4,3% sedangkan gizi kurang tahun 2013 9,6%
mengalami kenaikan 10,6%.
3. Data
pelayanan POSYANDU di Kecamatan Tilango seperti posyandu pada umumnya yakni
memiliki system 5 meja (Pendaftaran, Penimbangan, Pencatatan, Penyuluhan,
Pelayanan kesehatan), tetapi POSYANDU di wilayah kerja puskesmas Tualango masih
belum memilki gedung sendiri dan juga gambar di POSYANDU yang dapat menarik
perhatian balita masih belum lengkap.
1.3
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar
belakang diatas maka yang menjadi permasalahan pada penelitian ini adalah apakah
pelayanan POSYANDU dan perilaku ibu efektif terhadap status gizi balita.
1.4
Tujuan
Penelitian
1.3.1
Tujuan umum
Menganalisis
efektifitas pelayanan POSYANDU dan perilaku ibu terhadap status gizi balita.
1.3.2
Tujuan
khusus
1. Untuk
menganalisis gambaran umum status gizi balita di Kecamatan Tilango.
2. Untuk
menganalisis efektifitas pelayanan POSYANDU terhadap status gizi balita.
3. Untuk
menganalisis efektifitas perilaku ibu meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap status gizi balita di Kecamatan
Tilango.
4. Untuk
menganalisis pelayanan POSYANDU dan perilaku ibu terhadap status gizi balita di
Kecamatan Tilango.
1.5
Manfaat
Penelitian
1.5.1 Manfaat teoritis
Bagi peneliti, sebagai pengalaman dalam menganalisis
suatu masalah pada masyarakat dengan mengaplikasikan teori-teori yang diperoleh
selama mengikuti perkuliahan di Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Universitas
Negeri Goeontalo, dan juga melalui penelitian ini peneliti dapat mengetahui
pentingnya POSYANDU dan juga perilaku ibu terhadap status gizi balita.
1.5.2 Manfaat praktis
1. Bagi
almamater
Penelitian ini
diharapkan dapat menambah referensi yang ada dan dapat memberikan sumbangan
pemikiran terutama dalam ilmu gizi.
2. Bagi
pembaca
Penelitian ini
diharapkan dapat menjadi tambahan pustaka serta sebagai informasi bagi
pihak-pihak yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
3.
Bagi POSYANDU
Sebagai bahan masukan
yang bermanfaat yang perlu dipertimbangkan untuk lebih memperhatikan masalah
gizi balita dan meningkatkan pelayanan gizi yang lebih baik.
4.
Bagi Masyarakat
Penelitian ini
diharapkan dapat menambah wawasan mengenai informasi kesehatan tentang
pentingnya pelayanan POSYANDU dan peilaku ibu (pengetahuan, sikap, tindakan)
terhadap status gizi balita.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
POSYANDU
2.1.1
Pengertian POSYANDU
POSYANDU adalah
kegiatan kesehatan dasar yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat
yang dibantu oleh petugas kesehatan di suatu wilayah kerja puskesmas, dimana
program ini dapat dilaksanakan di balai dusun, balai kelurahan, maupun
tempat-tempat lain yang mudah didatangi oleh masyarakat (Ismawati, 2011).
POSYANDU merupakan
langkah yang cukup strategis dalam rangka pengembangan kualitas sumber daya
manusia bangsa Indonesiaagar dapat membangun dan menolong dirinya sendiri,
sehingga perlu ditingkatkan pembinaannya. Untuk meningkatkan pembinaan POSYANDU
sebagai pelayanan KB dan kesehatan yang dikelola untuk dan oleh masyarakat
dengan dukungan pelayanan teknis dari petugas perlu ditumbuh kembangkan perlu
serta aktif masyarakat dalam wadah LKMD (Ismawati , 2011).
Dasar pelaksanaan
POSYANDU adalah undang-undang no. 23 tahun 1992 pasal 66 tentang dana sehat
sebagai cara penyelenggaraan dan pengelolaan pemmeliharaan kesehatan secara
paripurna, yaitu (Ismawati, 2011) :
1. Pemerintah
mengembangkan, membina, dan mendorong jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat
sebagai cara yang dijadikan landasan setiap penyelenggaraan pemeliharaan
kesehatan yang pembiyayaannya dilaksanakan secara praupaya berdasarkan usaha
bersama dan kekeluargaan.
2. Jaminan
pemeliharaan kesehatan masyarakat merupakan cara penyelenggaraan pemeliharaan
kesehatan dan pembiyayaannya, dikelola secara terpadu untuk tujuan meningkatkan
derajat kesehatan, wajiib dilaksanakan oleh setiap penyelenggara.
3. Penyelenggara
jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat harus berbentuk badan hukum dan
memiliki izin oprasional serta kepesertaannya bersifat aktif.
4. Ketentuan
mengenai penyelenggaraan jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat ditetapkan
dengan peraturan pemerintah.
2.1.2 Tujuan penyelenggaraan POSYANDU
Penyelenggaraan POSYANDU
itu sendiri bertujuan untuk (Ismawati, 2011) :
1. Menurunkan
Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Ibu (ibu hamil, melahirkan dan
nifas), angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) masih cukup
tinggi, meskipun dari tahun ke tahun sudah dapat diturunkan.
2. Membudayakan
NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera).
3. Meningkatkan
peran serta dan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan dan
keluarga berencana (KB) serta kegiatan lainya yang menunjang untuk tercapainya
masyarakat sehat sejahtera.
4. Berfungsi
sebagai wahana gerakan reproduksi keluarga sejahtera, gerakan kesehatan
keluarga dan gerakan ekonomi keluarga sejahtera.
5. Menghimpun
potensi masyarakat untuk berperan serta secara aktif meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan ibu, bayi, balita dan keluarga serta mempercepat penurunan angka
kematian ibu, bayi dan balita.
2.1.3
Manfaat POSYANDU
Ada beberapa manfaat POSYANDU
yaitu (Ismawati, 2011) :
1. Bagi
masyarakat
Manfaat POSYANDU bagi
masyarakat adalah memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan
pelayanan kesehatan bagi anak balita dan ibu, pertumbungan anak balita
terpantau sehingga tidak menderita gizi kurang atau gizi buruk. Bayi dan anak
balita mendapatkan kapsul vitamin A, bayi memperoleh imunisasi lengkap, ibu
hamil juga akan terpantau berat badannya dan memperoleh tablet tambah darah
serta imunisasi TT, ibu nifas memperoleh penyuluhan kesehatan yang berkaitan
tentang kesehatan ibu dan anak.
2. Bagi
Kader
Mendapatkan berbagi
informasi kesehatan lebih dahulu dan lebih lengkap. Ikut berperan secara nyata
dalam tumbuh kembang anak balita dan kesehatan ibu, citra diri meningkat di
mata masyarakat sebagai orang terpercaya dalam bidang kesehatan menjadi panutan
karena telah mengabdi demi pertumbuhan anak dan kesehatan ibu .
2.1.4 Jenjang POSYANDU
Jenjang POSYANDU
menurut “KONSEP ARRIF” dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu (Ismawati, 2011) :
1. POSYANDU
Pratama
POSYANDU Pratama memiliki
ciri-ciri:
a. Kegiatan
belum mantap
b. Kegiatan
belum rutin
c. Jumlah
kader terbatas
2. POSYANDU
Madya
POSYANDU madya memiliki ciri-ciri:
a. Kegiatan
lebih teratur
b. Jumlah
kader 5 (lima) orang
3. POSYANDU
Purnama
POSYANDU purnama Memiliki ciri-ciri:
a. Kegiatan
sudah teratur
b. Cakupan
program/ kegiatan lebih baik
c. Jumlah
kader 5 (lima) orang
d. Mempunyai
program tambahan
4. POSYANDU
Mandiri
POSYANDU mandiri memiliki ciri-ciri:
a. Kegiatan
secara teratur dan mantap
b. Cakupan
program/ kegiatan baik
c. Memiliki
dana sehat dan JPKM yang mantap.
2.1.5
Kegiatan
posyadu
Kegiatan POSYANDU
terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan pengembangan/ pilihan secara rinci
kegiatan POSYANDU adalah sebagai berikut
(Ismawati, 2011) :
1.
Meja 1 :
Pendaftaran dan Pencatatan
2.
Meja 2 :
Penimbangan
3.
Meja 3 :
Pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS)
4.
Meja 4 :
Penyuluhan kesehatan, pemberan oralit, Vitamin A, dan meja
tablet besi
5.
Meja 5 :
Pelayanan kesehatan yang meliputi imunisasi, pemeriksaan
kehamilan, pemeriksaan kesehatan dan
pengobatan, serta
pelayanan keluarga berencana.
Untuk meja 1 sampai 4 dilaksanakan oleh
kader kesehatan, sedangkan meja 5 dilaksanakan oleh petugas kesehatan.
2.1.6
Standar
pelayanan POSYANDU
Standar
dalam pelayanan kesehatan di atur dalam KEPMENKES RI NO 1457/MENKES/SK/X/2008
yaitu :
1. Pemantauan
pertumbuhan balita
a. Balita
naik berat badanya (80%)
b. Balita
dibawah garis merah (< 15% )
2. Pelayanan
gizi
a. Cakupan
balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali pertahun (90%)
b. Balita
gizi buruk mendapat perawatan (100%)
Tabel 2.1 Standar pelayanan POSYANDU di Indonesia
NO
|
Jenis Pelayanan
|
Indikator kinerja
|
Pembilang
|
Penyebut
|
Definisi Oprasional
|
1
|
Upaya
Perbaikan Gizi
|
||||
1.1
|
Pemantauan
pertumbuhan balita
|
Balita
yang naik berat badannya (N/D)
|
Jumlah
balita yang ditimbang yang berta badanya naik
|
Jumlah
balita yang ditimbang
|
Balita
yang ditimbang di POSYANDU maupun diluar POSYANDU
|
Cakupan
balita di bawah garis merah
|
Jumlah
balita yang ditimbang yang pada KMS
berat badanya dibawah garis merah
|
Jumlah
balita yang ditimbang
|
Balita
BGM yang ditimbang di POSYANDU maupun diluar POSYANDU
|
||
1.2
|
Pelayanan
Gizi
|
Cakupan
balita yang dapat kapsul vit A 2x pertahun
|
Jumlah
balita dapat vit A 2x pertahun, Bayi 1x pertahun
|
Jumlah
sasaran balita yang ada di wilayah kerja puskesmas
|
Balita
dapat Kapsul Vit A 2x pertahun (bayi 1x pertahun)
|
Cakupan
Ibu Hamil dapat 90 tablet Fe
|
Jumlah
ibu hamil mendapat Tablet Fe selama periode kehamilanya
|
Jumlah
ibu hamil diwilayah kerja puskesmas
|
Ibu
hamil yang mendapat tablet Fe selama periode kehamilannya
|
||
Cakupan
pemberian makanan pendamping asi bagi bayi BGM dari Gakin
|
Jumlah
bayi gizi kurang usia 6-11 bln dari Gakin mendapat MP-ASI selama 90-120 hari
diwilyah kerja puskesmas
|
Jumlah
seluru Bayi 6-11 bulan dengan gizi kurang dari Gakin diwilyah kerja puskesmas
|
Pemberian
MP-ASI pada bayi 6-11 bulan gizi kurang dari Gakin selama 90-120 hari
diwilayah kerja puskesmas
|
||
Balita
gizi buruk mendapat perawatan
|
Jumlah
balita gizi buruk yng datang /ditemukan, dirawat dan durujuk
|
Jumlah
seluruh balita gizi buruk diwilayah kerja puskesmas
|
Balita
gizi buruk yang datang/ ditemukan dirawat dan dirujuk.
|
Sumber: Notoatmodjo, 2008
2.2
Perilaku
2.2.1
Pengertian perilaku
Aspek biologis,
perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang
bersangkutan. Oleh sebab itu, dari segi biologis semua makhluk hidup termasuk binatang
dan manusia, mempunyai aktifitas masing-masing. Manusia sebagai salah satu
makhluk hidup mempunyai bentangan kegiatan yang dilakukan yaitu antara lain:
berjalan, berbicara, bekerja, menulis, membaca, berpikir, dan seterusnya
(Notoatmodjo, 2010).
Skinner , 1938. dalam : Notoatmodjo, 2010
“Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan
dari luar). Skinner menjelaskan ada 2 jenis respon, yaitu” :
1. Respondent respons
atau refleksif, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stiuli, karena menimbulkan
respon-respon yang relative tetap. Misalnya: makanan lezat akan menimbulkan
nafsu makan, cahaya terang akan menimbulkan reaksi mata tertutup dan sebagainya. Respon-dent respon juga
mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah akan menimbulkan
rasa sedih, mendengar berita suka atau gembira, akan menimbulkan rasa suka
cita.
2. Operant respons
atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian
diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Perangsang yang terakhir ini
disebut reinforcing stimuli atau
reinforce, karena berfungsi untuk memperkuat respons. Misalnya, apabila seorang
petugas kesehatan melakukan tugasnya dengan baik adalah sebagai respons
terhadap gaji yang cukup, misalnya (stimulus) kemudian karena kerja baik
tersebut, menjadi stimulus untuk memperoleh promosi pekerjaan. Jadi, kerja baik
tersebut sebagai reinforce untuk
memperoleh promosi pekerjaan.
2.2.2
Bentuk perilaku
Dilihat dari bentuk
respons terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua bentuk
yaitu (Notoatmodjo, 2003):
1. Perilaku
tertutup (covert behavior)
Respons atau reaksi
terhadap stimulus dalam bentuk tertutup ini masih terbatas pada perhatian,
persepsi, pengetahuan/kesadaran dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima
stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain.
Misalnya seorang ibu hamil tahu pentingnya periksa kehamilan walau si ibu belum
pergi ke puskesmas untuk memeriksakan kehamilannya.
2. Perilaku
terbuka (overt behavior)
Respons seseorang
terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka dengan muda dapat
diamati atau dilihat oleh orang lain. Misalnya seorang ibu pergi ke puskesmas
untuk memeriksa kehamilannya karena si ibu mengetahui itu hal yang sangat
penting.
2.3
Pengetahuan
(knowledge)
Pengetahuan adalah
hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui
indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan
sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut
sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan presepsi terhadap objek.
Sabagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran
(telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya
dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu (Notoatmojo. 2010):
1. Tahu
(Know)
Tahu diartikan hanya
sebagai recall (memanggil) memori
yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: tahu bahwa buah
tomat banyak mengandung vitamin C. untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang
tahu sesuatu dapat mengunakan pertanyaan-pertanyaan, misalnya: apa tanda-tanda
anak yang kekurangan gizi, bagaimana cara melakukan PSN (pemberantasan sarang
nyamuk) dan sebagainya.
2. Memahami
(Comprehension)
Memahami suatu objek
bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan,
tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang
objek yang diketahui tersebut.
3. Aplikasi
(Application)
Aplikasi diartikan
apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau
mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.
4. Analisis
(Analysis)
Analisis adalah
kemampuan seseorang untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian mencari
hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila
orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, dan mengelompokan, membuat
diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
5. Sintesis
(Synthesis)
Sintesis menunjukan
suatu kemampuan seseorang unyuk merangkum atau meletajkan dalam suatu hubungan
yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata
lain, sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi yang telah ada.
6. Evaluasi
(Evaluation)
Evaluasi berkaitan
dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu
kriteria yang ditentukan sendiri atau
norma-norma yang berlaku di masyarakat.
2.4
Sikap
(attitude)
2.4.1 Pengertian sikap
Sikap adalah juga
respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah
melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang- tidak senang,
setuju- tidak setuju, baik- tidak baik, dan sebagainya). Campbell (1950)
mendefinisikan sangat sederhana, yakni: “an individual’s attitude is syndrome
of response consistency with regard to object.” Jadi jelas, di sini dikatakan
bahwa sikap itu suatu sindroma atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus
atau objek, sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian dan
gejala kejiwaan yang lain (Notoatmodjo, 2010).
Newcomb, salah seorang
ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap merupakan kesiapan atau kesediaan
untuk bertindak , dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain,
fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktifitas, akan
tetapi merupakan predisposisi perilaku (tindakan atau reaksi tertutup)
(Notoatmodjo,2010).
Seperti halnya
pengetahuan , sikap juga mempunyai tingkatan berdasarkan intensitasnya, sebagai
berikut (Notoatmodjo, 2003) :
1. Menerima
Menerima diartikan
bahwa orang mau dan memperhatikan objek yang diberikan. Misalnya sikap orang
terhadap gizi yang dapat dilihat dari kesediaan dan perhatian orang itu
terhadap ceramah tentang gizi.
2. Merespon
Memberikan jawaban
apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan. Karena
dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
diberikan terlepas dari pekerjaan itu
benar atau salah adalah berarti bahwa orang itu menerima ide tersebut.
3. Menghargai
Mengajak orang lain
untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah, misalnya seorang ibu
mengajak ibu yang lain untuk pergi menimbang anaknya ke POSYANDU atau
mendiskusikan tentang gizi, hal ini merupakan bukti bahwa ibu tersebut telah
mempunyai sikap positif terhadap kesehatan keluarganya.
4. Bertanggung
Jawab
Bertanggung jawab atas
segala sesuau yang telah diplihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang
paling tinggi, misalnya seorang ibu bisa menjadi ekseptor KB meskipun mendapat
tantangan dari orang tuanya sendiri.
2.5
Praktek
(Tindakan)
Seperti telah
disebutkan diatas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk bertindak (praktik).
Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk terwujudnya tindakan
perlu faktor lain, yaitu antara lain adanya fasilitas atau sarana dan
prasarana. Seorang ibu hamil sudah tau bahwa periksa kehamilan itu penting
untuk kesehatannya dan janinnya, dan sudah ada niat (sikap) untuk periksa
kehamilan. Agar sikap ini meningkat menjadi tindakan, maka diperlukan bidan,
POSYANDU, atau puskesmas yang dekat dari rumahnya, atau fasilitas tersebut
mudah dicapainya. Apabila tidak, kemungkinan ibu tersebut tidak akan
memeriksakan kehamilannya (Notoatmodjo, 2010).
Praktik atau tindakan
ini dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan menurut kualitasnya, yaitu
(Notoatmodjo, 2010).
1. Praktik
terpimpin (guided response)
Apabila subjek atau
seseorang telah melakukan sesuatu tetapi masih tergantung pada tuntunan atau
menggunakan panduan. Misalnya, seorang ibu memeriksakan kehamilannya tetapi
masih menunggu diingatkan oleh bidan atau tetangganya.
2. Praktik
secara mekanisme (mechanism)
Apabila subjek atau
seseotang telah melakukan atau mempraktikan sesuatu hal secara otomatis maka
disebut praktik atau tindakan mekanis. Misalnya, seorang ibu selalu membawa
anaknya ke POSYANDU untuk ditimbang, tanpa harus menunggu perintah dari kader
atau petugas kesehatan.
3. Adopsi
(adoption)
Adopsi adalah suatu
tindakan atau praktek yang sudah berkembang. Artinya, apa yang dilakukan tidak
sekedar rutinitas atau mekanisme saja, tetapi sudah dilakukan modifikasi, atau
tindakan atu perilaku yang berkualitas. Misalnya, seorang ibu memasak memilih
bahan masakan bergizi tinggi meskipun bahan makanan tersebut murah harganya.
2.6
Balita
Balita atau anak bawah
lima tahun adalah anak usia kurang dari lima tahun sehingga bayi usia dibawah
satu tahun juga termasuk dalam golongan ini. Namun, karena faal (kerja alat
tubuh yang sebenarnya) bayi usia di bawah satu tahun, banyak ilmuan yang
membedakannya. Anak usia 1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau
selepas menyusuh sampai dengan prasekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan
perkembangan kecerdasannya, faal tubuhya juga mengalami perkembangan sehingga
jenis makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaanya
(Proverawati, 2011).
2.6.1
Status
gizi balita
Menurut Robinson &
Weighley, status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan
penggunaan makanan oleh tubuh(Adriani, Wiratmadi, 2012).
Faktor yang
mempengaruhi status gizi, yaitu :
1.
Faktor langsung :
a.
Asupan berbagai makanan.
b.
Penyakit.
2.
Faktor tidak langsung:
a.
Ekonomi keluarga, penghasilan keluarga
merupakan faktor yang mempengaruhi kedua faktor yang berperan langsung terhadap
status gizi.
b.
Produksi pangan, peranan pertanian
dianggap penting karena kemampuannya menghasilkan produk pangan.
c.
Budaya, masih ada kepercayaan untuk
memantang makanan tertentu yang dipandang dari segi sebenarnya mengandung zat
gizi yang baik.
d.
Kebersihan lingkungan, kebersihan
lingkungan yang jelek akan memudahkan anak menderita penyakit tertentu seperti
ISPA, infeksi saluran pencernaan.
e.
Fasilitas pelayanan kesehatan sangat penting untuk menyokong
status kesehatan dan gizi anak.
2.6.2 Penilaian status gizi balita
Penilaian Sataus gizi
berdasarkan KMS, pertumbuhan Balita dapat diketahui apabila setiap bulan
ditimbang, hasil penimbangan dicatat di KMS, dan diantara titik berat badan KMS
dari hasil penimbangan bulan lalu dan hasil penimbangan bulan ini dihubungkan
dengan sebuah garis. Rangkain garis pertumbuhan anak tersebut membentuk grafik
pertumbuhan anak. Pada balita yang sehat, berat badanya akan selalu naik,
mengikuti pita pertumbuhan sesuai dengan umurnya (Depkes RI, 2008).
a. Balita
naik berat badannya bila :
1) Garis
pertumbuhannya naik mengikuti salah satu pita warna, atau
2) Garis
pertumbuhannya naik dan pindah ke pita warna diatasnya
b. Balita
tidak naik berat badannya bila :
Garis pertumbuhannya turun, atau
garis pertumbuhannya mendatar atau garis pertumbuhannya naik, tetapi pindah ke
pita warna dibawahnya.
c. Berat
badan balita dibawah garis merah artinya pertumbuhan balita mengalami gangguan
pertumbuhan dan perlu perhatian khusus, sehingga harus langsung dirujuk ke
puskesmas/ Rumah Sakit.
d. Berat
badan balita tiga bulan berturut-turut tidak naik (3T), artinya balita
mengalami gangguan pertumbuhan, sehingga harus di rujuk ke Puskesmas/ Rumah
Sakit.
e. Balita
tumbuh baik bila :Garis berat badan naik setiap bulannya
f. Balita
sehat, jika: Berat badannya selalu naik mengikuti salah satu pita warna atau
pindah ke pita warna di atasnya.
2.6.2.1
Penilaian
status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat
dibagi menjadi 4 penilaian yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
Masing- masing penilaian tersebut dibahas secara umum yaitu (Supariasa, 2014) :
1. Klinis
Pemeriksaan klinis
adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode
ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan
ketidak cukupan gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit,
mata, rambut dan mukosa oral atau pada organ organ yang dekat dengan permukaan
tubuh seperti kelenjar tiroid.
2. Biokimia
Penilaian status gizi
dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain : darah urine, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.
3. Biofisik
Penentuan status gizi
secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan
fungsi dan melihat pertumbuhan struktur dari jaringan.
4. Antropometri
Antropometri artinya
ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari
sudut pandang gizi, maka antropometri gizi adalah berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi. Secara umum antropometri digunakan untuk melihat ketidak
seimbangan asupan protein dan energi. Ketidak seimbangan ini terlihat pada pola
pertumbumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah
air dalam tubuh.
Parameter antropometri
merupakan dasar penilaian status gizi. Kombinasi antar parameter disebut indeks
antropometri. Beberapa indeks telah diperkenalkan seperti pada hasil seminar
antropometrii 1975. Di inidonesia ukuran baku hasil peneilaian dalam negeri
belum ada, maka untuk berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) digunakan baku HARVARD yang disesuaikan dengan ndonesia
(100% baku Indonesia= 50 persentil baku HARVARD).
Berdasarkan ukuran tersebut, penggolongan status gizi menurut indeks
antropometri adalah seperti tercantum dalam tabel 2.2
Tabel 2.2 Penggolongan
Keadaan Gizi Menurut Indeks Antropometri
Status Gizi
|
Antropometri
|
||
BB/U
|
TB/U
|
BB/TB
|
|
Gizi
Baik
|
>
80%
|
>
85%
|
>
90%
|
Gizi
Kurang
|
61-80%
|
71
- 85%
|
81
- 90%
|
Gizi
Buruk
|
≤
60%
|
≤
70%
|
≤
80%
|
Sumber: Supariasa,
2014
Indeks
antropometri yang sering digunakan adalah (Supariasa, 2014) :
a.
Berat Badan Menurut Umur
(BB/U)
Berat
badan adalah salah satu parameter yang memberikan gambaran masa tubuh dan
antropometri yang sangat labil, berdasarkan karakteristik tersebut maka indeks
berat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status
gizi seseorang saat itu. Pada keadaan normal, barat badan berkembang mengikuti
pertambahan umur.
b.
Tinggi Badan Menurut Umur
(TB/U)
Tinggi
badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan.
Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti barat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan
gizi dalam waktu yang pendek. Maka indeks ini menggambarkan status gizi masa
lalu. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur.
c.
Berat Badan Menurut Tinggi
Badan (BB/TB)
Berat badan memiliki hubungan linier
dengan tinggi badan dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah
dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Dari
berbagai jenis-jenis indeks tersebut, untuk menginterpretasikannya dibutuhkan
ambang batas, penentuan ambang batas diperlukan kesepakatan para ahli gizi.
Ambang batas dapat disajikan kedalam 3 cara yaitu, persen terhadap median,
persentil dan standar deviasi unit (Supariasa, 2014).
1)
Persen Terhadap Median
Median
adalah nilai tengah dari suatu populasi. Dalam antropometri gizi median sama
dengan persentil 50. Nilai median ini dinyatakan sama dengan 100% (untuk
standar). Setelah itu dihitung presentase terhadap nilai median untuk
mendapatkan ambang batas. Andai kata nilai median berat badan anak umur 2 tahun
adalah sebesar 12 kg, maka 80% median sama dengan 9,6 kg, dan 60% median sama
dengan 7,2 kg. Kalau 80% dan 60% dianggap ambang batas maka anak yang berumur 2
tahun dan mempenyai berat badan antara 7,2 kg- 9,6 kg (antara 60% -80% median) dinyatakan status gizi
kurang dan dibawah 7,2 kg dinyatakan berstatus gizi buruk (Supariasa, 2014).
Tabel
2.3 Klasifikasi
Status Gizi Menggunakan
Persen Terhadap Median
Status
Gizi
Status Gizi
|
Antropometri
|
||
BB/U
|
TB/U
|
BB/TB
|
|
Gizi
Baik
|
> 80%
|
> 90%
|
> 90%
|
Gizi
Sedang
|
71%-80%
|
81%-90%
|
81%-90%
|
Gizi
Kurang
|
61-70%
|
71%-80%
|
71%-80%
|
Gizi
Buruk
|
≤ 60%
|
≤ 70%
|
≤ 70%
|
Sumber: Supariasa,
2014
2)
Persentil
Para pakar merasa kurang puas dengan
menggunakan persen terhadap median, akhirnya mereka memilih cara persentil.
Persentil 50 sama dengan median atau nilai tengah dari jumlah populasi berada
di atasnya dan setengahnya berada di bawahnya. National Center for Health
Statistics (NCHS) merekomendasikan persentil ke 50 sebagai batas gizi baik
dan kurang, serta persentil 95 sebagai batas gizi lebih dan gizi baik
(Supariasa, 2014).
3)
Standar Deviasi Unit (SD)
Standar deviasi unit disebut juga
Z-skor. WHO menyarankan menggunakan cara ini untuk meneliti dan untuk memantau
pertumbuhan (Supariasa, 2014).
Rumus perhitungan Z – Skor :

Tabel
2.4 Katergori dan Ambang Batas Status Gizi Anak Berdasarkan Indeks
Indeks
|
Kategori
Satus Gizi
|
Ambang Batas
(Z-Score)
|
Berat
Badan Menurut Umur
(BB/U)
Anak
Umur 0-60 Bulan
|
Gizi
Buruk
|
<
-3 SD
|
Gizi
Kurang
|
-3
SD sampai dengan < -2 SD
|
|
Gizi
Baik
|
-2
SD sampai dengan 2 SD
|
|
Gizi
Lebih
|
>2
SD
|
|
Panjang
Badan Menurut Umur
(PB/U)
atau
Tinggi
Badan menurut Umur (TB/U)
Anak
Umur 0-60 Bulan
|
Sangat
Pendek
|
<
-3 SD
|
Pendek
|
-3
SD sampai dengan < -2 SD
|
|
Normal
|
-2
SD sampai dengan 2 SD
|
|
Tinggi
|
>2
SD
|
|
Berat
Badan Menurut Panjang Badan (BB/PB)
atau
Berat
Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB)
Anak
Umur 0-60 Bulan
|
Sangat
Kurus
|
<
-3 SD
|
Kurus
|
-3
SD sampai dengan < -2 SD
|
|
Normal
|
-2
SD sampai dengan 2 SD
|
|
Gemuk
|
>2
SD
|
|
Indeks
Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
Anak
Umur 0-60 Bulan
|
Sangat
Kurus
|
<
-3 SD
|
Kurus
|
-3
SD sampai dengan < -2 SD
|
|
Normal
|
-2
SD sampai dengan 2 SD
|
|
Gemuk
|
>2
SD
|
|
Indeks
Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)
Anak
Umur 5-18 Tahun
|
Sangat
Kurus
|
<
-3 SD
|
Kurus
|
-3
SD sampai dengan < -2 SD
|
|
Normal
|
-2
SD sampai dengan 1 SD
|
|
Gemuk
|
>1
SD sampai dengan 2 SD
|
|
Obesitas
|
>2
SD
|
Sumber: KEMENKES
RI, 2011
2.6.2.2 Penilaian status gizi secara tidak
langsung
1. Survei
konsumsi makanan
Survei konsumsi makanan
adalah metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah
dan jenis zat gizi yang dikonsumsi. Pengumpulan data konsumsi makanan dapat memberikan
gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada masyarakat, keluarga dan
individu. Survei ini dapat mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan gizi.
2. Statistik
Vital
Pengkuran status gizi
dengan statistik vital adalah dengan enganalisis data beberapa statistik
kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian
akibat penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan gizi.
2.6.3
Pengaruh status gizi pada balita
Status gizi pada masa
balita perlu mendapatkan perhatian yang serius dari para orang tua, karena
kekurangan gizi pada masa ini akan menyebabkan kerusakan yang irrevesibel
(tidak dapat dipulihkan). Ukuran tubuh yang pendek merupakan salah satu
indikator kekurangan gizi yang berkepanjangan pada balita. Kekurangan gizi yang
lebih fatal akan berdampak pada perkembangan otak. Fase perkembangan otak pesat
pada usia 30 minggu 18 bulan. Status gizi balita dapat diketahui dengan cara
mencocokan umur anak dengan berat badanstandar dengan menggunakan pedoman WHO (Proverawati,
2011).
Parameter yang cocok
digunakan untuk balita adalah berat badan , tinggi badan, dan lingkar kepala.
Lingkar kepala digunakan untuk memberikan gambaran tentang perkembangan otak.
Kurang gizi ini akan berpengaruh pada perkembangan fisik dan mental anak
(Proverawati, 2011).
2.7
Kerangka
Berfikir
2.7.1 Kerangka teori

2.8.2 Kerangka konsep


:
Variabel
Independent

2.8
Hipotesis
penelitian
1.
Ada efektifitas Pelayanan POSYANDU
terhadap status gizi balita.
2.
Ada efektifitas perilaku ibu terhadap status gizi balita.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
4.1.1
Lokasi
penelitian
Penelitian
ini akan dilakukan di delapan desa diwilayah kerja puskesmas Tilango tepatnya
di desa Tualango, Dulomo, Tilote, Tabumela, Ilotedea, Lauwonu, Tenggela,Tinelo.
Kabupaten Gorontalo.
4.1.2
Waktu
penelitian
Penelitian
ini akan dilakukan pada bulan juni 2015.
3.2 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain penelitian survei
analitik dengan rancangan Cross Sectional. Cross Sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika korelasi antara
faktor risiko dengan efek, dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan
data sekaligus pada suatu saat (Notoatmodjo, 2010). Data menyangkut variabel
bebas dan variabel terikat.
3.3 Variabel Penelitian
Penelitian
ini memiliki dua variabel yaitu, variabel bebas dan variabel terikat :
3.3.1
Variabel
bebas (Independent)
Variabel bebas dalam penelitian ini
adalah Program pelayanan POSYANDU dan
perilaku ibu (Pengetahuan, sikap, tindakan) yaitu pengetahuan ibu mengenai
gizi, sikap ibu terhadap status gizi dan tindakan ibu dalam mengoptimalkan
status gizi. Pengambilan sampel diambil secara acak.
3.3.2
Variabel
terikat (Dependent)
Variabel
terikat dalam penelitian ini adalah status gizi balita.
3.4 Definisi Oprasional dan Kriteria
Objektif
3.4.1
Definisi
oprasional
3.4.1.1 Pelayanan POSYANDU
Pelayanan POSYANDU
adalah suatu bentuk keterpaduan pelayanan kesehatan yang dilaksananakan sebulan
sekali dalam suatu wilayah kerja puskesmas yang dilakukan dibalai desa ataupun
rumah warga. POSYANDU yang akan saya jadikan sasaran penelitian adalah POSYANDU
madya yang sudah melakukan kegiatan lebih teratur diwilayah kerja puskesmas
Tilango.
1. Pemantauan
pertumbuhan balita adalah memantau pertumbuhan balita yang naik berat badanya
maupun balita dibawah garis merah (BGM) yang dapat dilihat pada KMS.
a.
Balita naik berat badannya adalah balita
yang ditimbang di POSYANDU maupun diluar POSYANDU yang berat badannya naik dan
mengikuti garis pertumbuhan pada KMS.
b.
Balita dibawah garis merah (BGM) adalah
balita yang ditimbang berat badannya berada pada garis merah atau dibawah garis
merah pada KMS.
2. Pelayanan
gizi balita adalah melihat cakupan balita yang mendapat kapsul vitamin A dan
juga melihat balita gizi buruk yang mendapat perawatan.
a. Cakupan
balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali pertahun adalah jumlah balita yang
mendapat kapsul viamin A 2 kali dalam satu tahun.
b. Balita
gizi buruk mendapat perawatan adalah balita gizi buruk yang ditangani di sarana
pelayanan kesehatan sesuai tata laksana gizi buruk di suatu wilayah kerja.
3.4.1.2 Perilaku ibu
1. Pengetahuan
Pengetahuan ibu adalah
tingkat pemahaman ibu yang memiliki balita mengenai gizi yakni cara pemilihan,
pengolahan, pemberian makanan bergizi yang mencukupi kebutuhan gizi balita.
2. Sikap
Sikap ibu mengenai gizi
anak adalah respon positif ataupun negatif seorang ibu yang memiliki anak
balita mengenai cara pemilihan, penyajian, pemberian makanan bergizi dan juga
penilaian ibu mengenai pertumbuhan anak balita.
3. Tindakan
Tindakan ibu mengenai
gizi anak balita adalah tindakan ibu untuk perbaikan status gizi balita baik
dari cara pemilihan, penyajian, dan pemberian makanan yang bergizi untuk
pertumbuhan anak balita.
3.4.1.3 Status gizi balita
Status
gizi anak balita adalah keadaan status gizi anak balita yang ditentukan dengan
menggunakan pengukuran berat badan dan tinggi badan menggunakan WHO dengan skor Z menurut BB/TB.
3.4.2
Kriteria
objektif
3.4.2.1 Pelayanan Posyandu
Standar
dalam pelayanan kesehatan di atur dalam KEPMENKES RI NO 1457/MENKES/SK/X/2008
yaitu :
1. Pemantauan
pertumbuhan balita
a. Balita
naik berat badannya (80%)
b. Balita
dibawah garis merah (< 15% )
2. Pelayanan
gizi
a. Cakupan
balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali pertahun (90%)
b. Balita
gizi buruk mendapat perawatan (100%)
Pelayanan POSYANDU
mengenai gizi jika telah mencapai target maka diberikan nilai 1 dan yang belum
memenuhi target maka di beri nilai 0.
3.4.2.2
Perilaku
ibu
1. Pengetahuan
Data pengetahuan ibu
dikumpulkan dengan kuisioner yang berisikan pertanyaan dengan dua kemungkinan
jawaban. Bila jawaban ibu benar di beri nilai 1 dan bila jawaban ibu salah di
beri nilai 0 untuk setiap pertanyaan.
2. Sikap
Data mengenai sikap ini
dapat diperoleh dari kuisioner yang berisikan pertanyaan yang hanya ada satu
jawaban benar jawaban setuju di beri nilai 1 dan tidak setuju diberi nilai 0.
3. Tindakan
Data mengenai tindakan
ibu dapat diperoleh dari kuisioner yang berisikan pertanyaan dengan dengan 2
kemungkinan jika Ya diberi nilai 1 dan jika Tidak diberi nilai 0.
3.4.2.3 Status gizi balita
Pengukuran berat badan dan tinggi badan menggunakan
WHO dengan skor Z BB/TB.
1. Sangat
Kurus : < -3 SD
2. Kurus : -3 Sd Sampai dengan <
-2SD
3. Normal : -2 SD sampai dengan 2 SD
4. Gemuk : > 2 SD (KEMENKES, 2011)
3.5 Populasi dan Sampel
3.5.1
Populasi
Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh pasangan ibu dan balita yang ada di wilayah
kerja Puksesmas Tilango khusunya yang berada di 8 desa (Tualango, Dulomo,
Tilote, Tabumela, Ilotedea, Lauwonu, Tenggela, Tinelo) yang memiliki pelayanan POSYANDU yang rutin.
1.5.2
Sampel
Sampel
pada penelitian ini adalah balita yang
berada di POSYANDU dan masih rutin menggunakan jasa pelayanan POSYANDU.
Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah simple random sampling dari populasi balita yang
ditimbang yang terdapat di delapan desa yang ada di wilayah kerja Puskesmas Tilango, karena jumlah baita lebih dari 1500 balita, maka
sampel diambil sebesar 30% dari jumlah populasi yaitu sebanyak 477 balita.
Jadi jumlah sampel
yang digunakan dalam penelitian ini adalah 477 balita yang ditimbang di
POSYANDU madya yang berada diwilayah kerja Puskesmas Tilango.
1.5.3
Responden
Responden
pada penelitian ini adalah ibu balita yang ditimbang yang terdapat di delapan
desa di wilayah kerja Puskesmas Tilango.
3.6 Teknik Pengumpulan Data
1.6.1 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah :
1. Lembar
Kuesioner digunakan pada saat wawancara langsung dengan responden untuk
mendapatkan data mengenai perilaku ibu mengenai gizi. Kuesioner diukur
berdasarkan pada jawaban responden terhadap pertanyaan yang telah disediakan.
2. Lembar
Observasi untuk melihat standar pelayanan POSYANDU.
3. Timbangan
Dacin yang digunakan mempunyai kapasitas 25 kg dengan ketelitian 0,1 kg.
4. Kartu
Menuju Sehat (KMS).
5. Komputer berfungsi untuk mengolah data primer yang
telah terkumpul melalui penelitian lapangan baik dengan menggunakan Kuisioner.
1.6.2
Data
primer
Data primer dalam penelitian
ini adalah hasil wawancara. Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui perilaku ibu mengenai gizi
balita.
1.6.3
Data
sekunder
Data sekunder dalam
penelitian ini adalah data cakupan pelayanan POSYANDU mengenai gizi balita di
wilayah kerja Puskesmas Tilango Kabupaten Gorontalo.
3.7 Analisis Data
3.7.1 Analisis univariat
Dilakukan untuk
mendeskripsikan masing-masing variabel, yaitu variabel bebas (pelayanan
POSYANDU dan perilaku ibu) maupun variabel terikat (status gizi). Analisis ini
berupa distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel.
3.7.2 Analisis bivariat
Analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah analisis bivariat. Analisis ini digunakan
untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat agar dapat
menentukan tingkat hubungan antara variabel tersebut. Didalam penelitian ini
dilakukan uji statistik dengan uji Chi-Square
dengan bantuan computer. Uji Chi-Square
digunakan karena skala pengukuran variabel dalam penelitian ini adalah skala
pengukuran kategorik dan termasuk uji non parametrik. Dengan mengunakan Rumus:
|
Keterangan :
X2
= Chi square
O = Nilai observasi
E = Nilai Ekspektasi
k = Jumlah kolom
b = Jumlah baris
Bila uji Chi-Square tidak
memenuhi syarat (bila sampel yang digunakan terlalu kecil (n < 20) dan nilai
ekspektasi < 5, maka digunakan uji alternatif yaitu uji Fisher Pobability Exact
test.